Selasa, 29 Maret 2011

Kesuksesan Berawal Dari Sebuah Mimpi

Kesuksesan Berawal Dari Sebuah Mimpi

Kesuksesan berawal dari sebuah mimpi (dream), mimpi untuk menjadi sukses. Bagaimana mungkin seorang bisa sukses, bila bermimpi sukses saja tidak pernah ia cita-citakan. Mimpi yang tinggi akan melahirkan semangat kerja yang tinggi. Sebagian besar orang besar senang bermimpi, lalu bersungguh-sungguh untuk mewujudkan mimpinya tersebut.
Mimpi yang saya maksud disini bukanlah bunga tidur atau mimpi di siang bolong. Mimpi yang saya maksudkan adalah sebuah himmah atau cita-cita yang tinggi menggantung di atas Arsy. Mimpi yang bisa menembus benteng kokoh, menerjang karang, menyibak badai. Bukan mimpi yang sekedar angan dan khayalan.
Memang, tidak semua pemimpi menjadi orang besar dan sukses, tapi setiap orang besar dan sukses di dunia ini adalah seorang pemimpi. Yusuf ‘alaihis salam menjadi pemimpin di negeri Mesir karena beliau seorang pemimpi dan ahli dalam menerjemahkan mimpi. Beliau menjadi pemimpi bahkan sejak kanak-kanak, “(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (Al Qur’an Surat Yusuf ayat 4).
Para ahli sejarah memahami, untuk membangun sebuah peradaban dibutuhkan beberapa generasi untuk mewujudkannya, Tetapi Nabi Muhammad SAW mampu membangun sebuah peradaban dan generasi unggul hanya dalam waktu kurang dari seperempat abad. Takdir kejayaan itu berlaku karena beliau sedari awal telah memiliki alhimmah atau obsesi yang kuat untuk menjadi sukses.
Kadang seorang pemimpi harus siap untuk menghadapi tembok tinggi berupa hinaan dan cemoohan dari orang lain, bahkan orang-orang dekat yang kita harapkan dukungan darinya juga turut melemahkan dan merendahkan kita. Namun, anggaplah itu semua sebagai cemeti yang akan membuat kita lari semakin kencang untuk mencapai kesuksesan. Dan dikemudian hari orang akan tercengang dengan keberhasilan kita mencapai mimpi padahal awalnya mereka menganggap mimpi kita hanya sebuah khayalan orang malas dan bodoh. Sebuah pepatah mengatakan, “Impian kemarin adalah kenyataan hari ini, dan impian hari ini adalah kenyataan di hari esok.”
Yakinlah ketika seseorang memiliki impian dan cita-cita, maka sesungguhnya orang itu telah melangkah dan mendekat kepada apa yang dia impikan, dan pasti! orang itu akan diberikan kewenangan dan kepantasan oleh Allah untuk mendapatkan apa yang ia cita-citakan. Bukankah Allah mengikuti persangkaan hamba-Nya?
Menjadi apa Anda dua, tiga, lima tahun kedepan? Itu tergantung mimpi Anda sekarang!

Jumat, 25 Maret 2011

saridin (syekh jangkung)

Saridin

Saat era wali songo, di suatu daerah di pesisir utara pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, tersebutlah seorang pemuda desa yang lugu dan bersahaja, bernama Saridin.

Nama Saridin mungkin tidak begitu tenar secara nasional, tapi sudah melegenda secara regional  Region itu adalah wilayah Demak, Kudus, Pati, Juwono, Rembang, atau yang sering dilafadzkan sebagai Anak Wedus Mati Ketiban Pedang.

Saridin seorang sakti, namun lugunya tidak ketulungan, sehingga (seakan) tidak menyadari kesaktiannya.

Dia pernah membunuh kakak iparnya,konon katanya karena pembagian warisan, pembagian warisan itu telah di sepakati sebelumnya oleh saridin dan branjung, jika durian jatuh pada malam hari maka milik branjung, jika jatuh pada siang hari milik saridin. namun durian justru jatuh pada siang hari, branjungpun protes dia ingin jika siang itu bagiannya dan malam saridin tapitetap saja durian itu berpihak pada saridin kenyataan itu membuat branjung kesal sehingga dia menyamar menjadi harimau dan mendatangi saridin yang sedang menjaga durian sehingga Saridin tidak mengenali. Dengan seketika saridin melemparkan tombak yang ada di tangannya matilah sang harimau,yang tdak lain adalah kakaknya sendiri yang menjelma menjadi se ekor harimau.

karena kejadian tersebut saridin harus berurusan dengan para petugas, saat ditanya oleh petugas, Saridin mengaku tidak membunuh kakaknya, melainkan membunuh harimau yang mencuri duriannya. Meskipun kenyataannya kakaknya yang mati , ia masih bersikeras bahwa yang dibunuh adalah harimau.
Kalo secara hukum, Saridin tidak bersalah, karena membela miliknya, dan tidak menyadari kalo harimau itu adalah kakaknya.

Namun demikian, Saridin tetap harus dipenjara.
Untuk memasukkan ke penjara bukan hal mudah, karena Saridin ngotot tidak bersalah. Akhirnya Adipati Jayakusuma, pemimpin pengadilan, menggunakan kalimat lain, bahwa Saridin tidak dipenjara, melainkan diberi hadiah sebuah rumah besar, diberi banyak penjaga, makan disediakan, mandi diantarkan. Akhirnya Saridin bersedia.

Sebelum dipenjara, Saridin bertanya apakah boleh pulang kalo kangen anak dan istrinya. adipati menjawab: "boleh, asal bisa"
Dan terbukti beberapa kali Saridin bisa pulang, keluar dari penjara di malam hari dan kembali lagi esok harinya.

Karena Adipati jengkel, Saridin dikenai hukuman gantung. sebelum di gantung saridin bertanya lagi kepada adipati, "kalau seandainya par petugas tidak kuat untuk menarik talinya apakah saya boleh membantu". dijawab oleh Adipati: "boleh, asal bisa". Dan karena ijin itu Saridin lepas dari talinya, lalu ikut menarik tali gantungan.

Adipati semakin murka, dan menyuruh memutuskan untuk mengubur saridin hidup-hidup dalam peti. dan sebelum saridin di masukkan kedalam peti, ia bertanya lagi kepada adipati      " bila masih ada yang berlubang dan kurang rapat bolehkah saya membantu"adipati menjawab: "boleh, asal bisa"
saridin pun masuk ke dalam peti, para petugas menutup peti dan memakunya, dan tiba-tiba saridin sudah ada di luar dan ikut membantu para petugas, sambil berkata: "lho ini masih belum rapat sambil memegang palu dan paku. petugas merasa heran bagaimana saridin keluar. karena kejadian itu adipatipun menjadi sangat murka dan merasa di prmainkan oleh saridin. kemudian adipati memerintahkan untuk membunuh saridin seketika itu.

Saridin melarikan diri karena di kejar-kejar oleh orang seluruh kadipaten sampai ke Kudus, yang lalu berguru pada Sunan Kudus atas saran sunan kalijogo dan disuruh mengabdi padanya dan mendengarkan apa yang di ucapkan oleh sunan kudus. sesampainya di kudus dia dipandang remeh oleh santri lainnya karena pakaiannya yang kotor dan copang-camping.

Saridin di perguruan Kudus tidak hanya menjengkelkan para santri yang merasa diri senior, tetapi juga merepotkan Sunan Kudus. Sebagai murid baru dalam bidang agama, orang Miyono itu lebih pintar ketimbang para santri lain.
Belum lagi soal kemampuan dalam ilmu kasepuhan. Hal itu membuat dia harus menghadapi persoalan tersendiri di perguruan tersebut. Dan itulah dia tunjukkan ketika beradu argumentasi dengan sang guru soal air dan ikan.
Untuk menguji kewaskitaan Saridin, Sunan Kudus bertanya, “Apakah setiap air pasti ada ikannya?” Saridin dengan ringan menjawab, “Ada, Kanjeng Sunan.”
Mendengar jawaban itu, sang guru memerintah seorang murid memetik buah kelapa dari pohon di halaman. Buah kelapa itu dipecah. Ternyata kebenaran jawaban Saridin terbukti. Dalam buah kelapa itu memang ada sejumlah ikan. Karena itulah Sunan Kudus atau Djafar Sodiq sebagai guru tersenyum simpul.
Akan tetapi murid lain menganggap Saridin lancang dan pamer kepintaran. Karena itu lain hari, ketika bertugas mengisi bak mandi dan tempat wudu, para santri mengerjai dia. Para santri mempergunakan semua ember untuk mengambil air.
Saridin tidak enak hati. Karena ketika para santri yang mendapat giliran mengisi bak air, termasuk dia, sibuk bertugas, dia menganggur karena tak kebagian ember. Dia meminjam ember kepada seorang santri.
Namun apa jawab santri itu? ”Kalau mau bekerja, itu kan ada keranjang.” Dasar Saridin. Keranjang itu dia ambil untuk mengangkut air. Dalam waktu sekejap bak mandi dan tempat wudu itu penuh air. Santri lain pun hanya bengong.
Dalam WC
Cerita soal kejadian itu dalam sekejap sudah diterima Sunan Kudus. Demi menjaga kewibawaan dan keberlangsungan belajar para santri, sang guru menganggap dia salah. Dia pun sepantasnya dihukum.
Sunan Kudus pun meminta Saridin meninggalkan perguruan Kudus dan tak boleh lagi menginjakkan kaki di bumi Kudus. Vonis itu membuat Saridin kembali berulah. Dia unjuk kebolehan.
Tak tanggung-tanggung, dia masuk ke lubang WC dan berdiam diri di atas tumpukan ninja. Pagi-pagi ketika ada seorang wanita di lingkungan perguruan buang hajat, Saridin berulah. Dia memainkan bunga kantil, yang dia bawa masuk ke lubang WC, ke bagian paling pribadi wanita itu.
Karena terkejut, perempuan itu menjerit. Jeritan itu hingga menggegerkan perguruan. Setelah sumber permasalahan dicari, ternyata itu ulah Saridin. Begitu keluar dari lubang WC, dia dikeroyok para santri yang tak menyukainya. Dia berupaya menyelamatkan diri. Namun para santri menguber ke mana pun dia bersembunyi.
Lagi-lagi dia menjadi buronan. Selagi berkeluh kesah, menyesali diri, dia bertemu kembali dengan sang guru sejati, Syekh Malaya.
Sang guru menyatakan Saridin terlalu jumawa dan pamer kelebihan. Untuk menebus kesalahan dan membersihkan diri dari sifat itu, dia harus bertapa mengambang atau mengapung) di Laut Jawa.
Padahal, dia tak bisa berenang. Syekh Malaya pun berlaku bijak. Dua buah kelapa dia ikat sebagai alat bantu untuk menopang tubuh Saridin agar tak tenggelam.
Dalam cerita tutur-tinular disebutkan, setelah berhari-hari bertapa di laut dan hanyut terbawa ombak akhirnya dia terdampar di Palembang. Cerita tidak berhenti di situ. Karena, dalam petualangan berikutnya, Saridin disebut-sebut sampai ke Timur Tengah.
Lulang Kebo Landoh Tak Tembus Senjata
ATAS jasanya menumpas agul-agul siluman Alas Roban, Saridin mendapat hadiah dari penguasa Mataram, Sultan Agung, untuk mempersunting kakak perempuannya, Retno Jinoli.
Akan tetapi, wanita itu menyandang derita sebagai bahu lawean. Maksudnya, lelaki yang menjadikannya sebagai istri setelah berhubungan badan pasti meninggal.
Dia harus berhadapan dengan siluman ular Alas Roban yang merasuk ke dalam diri Retno Jinoli. Wanita trah Keraton Mataram itu resmi menjadi istri sah Saridin dan diboyong ke Miyono berkumpul dengan ibunya, Momok.
Saridin membuka perguruan di Miyono yang dalam waktu relatif singkat tersebar luas sampai di Kudus dan sekitarnya. Kendati demikian, Saridin bersama anak lelakinya, Momok, beserta murid-muridnya, tetap bercocok tanam.
Sebagai tenaga bantu untuk membajak sawah, Momok minta dibelikan seekor kerbau milik seorang warga Dukuh Landoh. Meski kerbau itu boleh dibilang tidak lagi muda umurnya, tenaganya sangat diperlukan sehingga hampir tak pernah berhenti dipekerjakan di sawah.
Mungkin karena terlalu diforsir tenaganya, suatu hari kerbau itu jatuh tersungkur dan orang-orang yang melihatnya menganggap hewan piaraan itu sudah mati. Namun saat dirawat Saridin, kerbau itu bugar kembali seperti sedia kala.
Membagi
Dalam peristiwa tersebut, masalah bangkit dan tegarnya kembali kerbau Landoh yang sudah mati itu konon karena Saridin telah memberikan sebagian umurnya kepada binatang tersebut. Dengan demikian, bila suatu saat Saridin yang bergelar Syeh Jangkung meninggal, kerbau itu juga mati.
Hingga usia Saridin uzur, kerbau itu masih tetap kuat untuk membajak di sawah. Ketika Syeh Jangkung dipanggil menghadap Yang Kuasa, kerbau tersebut harus disembelih. Yang aneh, meski sudah dapat dirobohkan dan pisau tajam digunakan menggorok lehernya, ternyata tidak mempan.
Bahkan, kerbau itu bisa kembali berdiri. Kejadian aneh itu membuat Momok memberikan senjata peninggalan Branjung. Dengan senjata itu, leher kerbau itu bisa dipotong, kemudian dagingnya diberikan kepada para pelayat.
Kebiasan membagi-bagi daging kerbau kepada para pelayat untuk daerah Pati selatan, termasuk Kayen, dan sekitarnya hingga 1970 memang masih terjadi. Lama-kelamaan kebiasaan keluarga orang yang meninggal dengan menyembelih kerbau hilang.
Kembali ke kerbau Landoh yang telah disembelih saat Syeh Jangkung meninggal. Lulang (kulit) binatang itu dibagi-bagikan pula kepada warga. Entah siapa yang mulai meyakini, kulit kerbau itu tidak dimasak tapi disimpan sebagai piandel.
Barangsiapa memiliki lulang kerbau Landoh, konon orang tersebut tidak mempan dibacok senjata tajam. Jika kulit kerbau itu masih lengkap dengan bulunya. Keyakinan itu barangkali timbul bermula ketika kerbau Landoh disembelih, ternyata tidak bisa putus lehernya.